Saran Muhammad Menyusui Pria Dewasa

Sabtu, 13 Oktober 20122komentar

Hadith mencatat bagaimana Muhammad mengijinkan dilakukannya praktik yang memalukan. Muhammad mengijinkan wanita dewasa untuk menyusui pria-pria muda yang bukan anaknya. Berdasarkan Hadith, ada seorang pria yang sangat terusik oleh karena anak angkatnya tinggal di rumah yang sama dimana istrinya bebas berkeliaran tanpa memakai kerudung. Hadith berikut ini menceritakannya secara terperinci.
Sahih Muslim
Buku 008, Nomor 3424:
‘A’isha (kiranya Allah berkenan kepadanya) menceritakan bahwa Sahla bint Suhail menemui Rasul Allah (SAW) dan berkata: Wahai Utusan Allah, aku melihat pada wajah Abu Hudhaifa (tanda-tanda kekesalan) ketika Salim (yang adalah seorang sekutu) masuk ke dalam (rumah kami), dan kemudian Rasul Allah (SAW) berkata: Susuilah dia. Wanita itu berkata: Bagaimana saya harus menyusuinya karena ia adalah seorang pria dewasa? Utusan Allah (SAW) tersenyum dan berkata: aku sudah tahu kalau ia adalah seorang pria muda. ‘Amr telah membuat tambahan ini dalam narasinya bahwa ia berpartisipasi dalam Perang Badr dan dalam narasi Ibn ‘Umar (perkataannya adalah): Utusan Allah (SAW) tertawa.
Buku 008, Nomor 3425:
‘A’isha (kiranya Allah berkenan kepadanya) melaporkan bahwa Salim, budak Abu Hudhaifa yang telah dimerdekakan, tinggal dengannya dan keluarganya dalam rumah mereka. Ia (yaitu anak perempuan Suhail menemui Rasul Allah (SAW) dan berkata: Salim telah mencapai (pubertas) seperti halnya pria dewasa, dan ia mengerti apa yang mereka mengerti, dan ia masuk ke rumah kami dengan bebas, bagaimanapun, aku melihat ada sesuatu (yang mendatangkan kemarahan) di hati Abu Hudhaifa, dan Rasul Allah (SAW) berkata kepadanya: Susuilah dia dan kamu akan menjadi haram baginya, dan (kemarahan) yang dirasakan Abu Hudhaifa dalam hatinya akan hilang. Ia pulang dan berkata: Jadi aku menyusuinya, dan apa (yang ada) di hati Abu Hudhaifa menghilang.
Buku 008, Nomor 3427:
Umm Salama berkata kepada ‘A’isha (kiranya Allah berkenan kepadanya): Seorang remaja pria di ambang pubertas datang kepadamu. Bagaimanapun, aku tidak suka ia mendatangiku, dan ‘A’isha (kiranya Allah berkenan kepadanya) berkata: Tidakkah engkau melihat dalam diri Utusan Allah (SAW) sebuah teladan untukmu? Ia juga berkata: Istri Abu Hudhaifa berkata: Wahai Utusan Allah, Salim datang kepadaku dan sekarang ia adalah seorang (dewasa), dan ada sesuatu yang (membuat marah) dalam pikiran Abu Hudhaifa mengenai dia, dan Utusan Allah (SAW) berkata: Susuilah dia (sehingga ia menjadi anak asuhmu), dan dengan demikian ia dapat datang kepadamu (dengan bebas).
Buku 008, Nomor 3428:
Zainab anak perempuan Abu Salama mengisahkan: Aku mendengar Umm Salama, istri Rasul Allah (SAW) berkata kepada ‘A’isha: Demi Allah, aku tidak suka terlihat oleh seorang remaja pria yang telah melewati masa pengasuhan, dan ia (‘A’isha) berkata: Mengapa demikian? Sahla anak perempuan Suhail menemui Utusan Allah (SAW) dan berkata: Wahai Utusan Allah, aku bersumpah demi Allah bahwa aku melihat di wajah Abu Hudhaifa (tanda-tanda kemarahan) saat Salim masuk (ke dalam rumah), dan Utusan Allah (SAW) berkata: Susuilah dia. Ia (Sahla bint Suhail) berkata: Ia berjanggut. Tetapi nabi (sekali lagi) berkata: Susuilah dia, dan itu akan menghilangkan (ekspresi kemarahan) yang ada di wajah Abu Hudhaifa. Ia berkata: (Aku melakukannya) dan, demi Allah, aku tidak lagi melihat (tanda-tanda kemarahan) di wajah Abu Hudhaifa.
Muwatta Imam Malik
Buku 30, Nomor 30.1.8:
Yahya menceritakan padaku dari Malik dari nafi bahwa Safiyya bint Abi Ubayd mengatakan padanya bahwa Hafsa, umm al-muminin, mengutus Asim ibn Abdullah ibn Sad kepada saudarinya Fatima bint Umar ibn al-Khattab agar disusuinya sepuluh kali sehingga ia dapat masuk untuk melihatnya. Ia melakukannya, sehingga ia dapat masuk untuk menemuinya (perempuan itu).
Buku 30, Nomor 30.2.12:
Yahya menceritakan padaku dari Malik dari Ibn Shihab bahwa ia ditanyai mengenai menyusui orang yang lebih tua. Ia berkata: ”Urwa ibn az-Zubayr memberitahuku bahwa Abu Hudhayfa ibn Utba ibn Rabia, salah seorang sahabat Utusan Allah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya damai, yang hadir di Badr, mengadopsi Salim (yang disebut Salim, mawla dari Abu Hudhayfa) seperti Utusan Allah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya damai, mengadopsi Zayd ibn Haritha. Ia menganggapnya sebagai putranya, dan Abu Hudhayfa menikahkannya dengan saudara perempuan dari saudara laki-lakinya, Fatima bint al-Walid ibn Utba ibn Rabia, yang pada waktu itu ada di antara orang-orang yang hijrah pertama. Ia adalah salah seorang wanita lajang yang terbaik dari (kaum) Quraysh. Ketika Allah Yang Maha Terpuji menurunkan dalam kitab-Nya apa yang diwahyukan-Nya mengenai Zayd ibn Haritha, ‘Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu’ (Sura 33:5) orang-orang dalam posisi ini ditelusuri kembali kepada para bapa mereka. bila ayahnya tidak diketahui, mereka ditelusuri kepada maula mereka.
“Sahla bint Suhayl yang adalah istri dari Abu hudhayfa, dan seorang dari suku Amr ibn Luayy, menemui utusan Allah, semoga Allah memberkatinya dan mengaruniakannya damai, dan berkata, ‘Wahai Utusan Allah! Kami menganggap Salim sebagai anak dan ia masuk untuk melihatku sedang aku tidak berkerudung. Kami hanya mempunyai satu kamar, jadi apa pendapatmu mengenai situasi ini?’ Utusan Allah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya damai, berkata, ‘Berilah ia minum lima kali dari susumu dan ia akan menjadi muhrim dengan itu’. Ia kemudian memandangnya sebagai anak asuh. A’isha umm al-muminin mengambil hal itu sebagai preseden untuk pria manapun yang ia inginkan agar dapat menemuinya. Ia memerintahkan saudarinya, Umm Kulthum bint Abi Bakr as-Siddiq dan putri-putri saudara laki-lakinya untuk menyusui pria manapun yang ia inginkan untuk menemuinya. Para istri Nabi, semoga Allah memberkatinya dan memberinya damai, menolak membiarkan siapapun menemui mereka dengan cara menyusui seperti itu. Mereka berkata, ‘Tidak! Demi Allah! Menurut kami apa yang diperintahkan Utusan Allah (SAW) untuk dilakukan Sahla bint Suhayl hanyalah sebuah pelepasan berkenaan menyusui Salim. Tidak! Demi Allah! Tidak seorangpun boleh mendatangi kami dengan menyusui seperti itu!’
“Inilah yang dipikirkan para istri Nabi (SAW) mengenai menyusui orang yang lebih tua”.
Buku 30, Nomor 30.2.13:
Yahya menceritakan padaku dari Malik bahwa Abdullah ibn Dinar berkata, “Seorang pria menemui Abdullah ibn Umar ketika aku bersamanya di suatu tempat dimana penghakiman diberikan dan menanyainya tentang menyusui orang yang lebih tua. Abdullah ibn Umar menjawab, ‘Seorang pria menemui Umar ibn al-Khattab dan berkata, ‘aku mempunyai seorang budak perempuan dan aku biasa berhubungan badan dengannya. Istriku pergi kepadanya dan menyusuinya. Ketika aku menemui gadis itu, istriku mengatakan padaku agar berhati-hati, karena ia telah menyusuinya!’ Umar mengatakan kepadanya UNTUK MEMUKULI ISTRINYA dan menemui budak perempuan itu karena persaudaraan melalui menyusui hanyalah melalui menyusui yang lebih muda’”.
Buku 30, Nomor 30.2.14:
Yahya menceritakan padaku dari Malik dari Yahya ibn Said bahwa seorang pria berkata kepada Abu Musa al-Ashari, “Aku minum susu dari payudara istriku dan susu itu masuk ke dalam perutku”. Abu Musa berkata, “aku hanya berpendapat bahwa ia haram bagimu”. Abdullah ibn Masud berkata, “Lihatlah pendapat apa yang kau berikan kepada orang itu”. Abu Musa berkata, “lalu apa pendapatmu?” Abdullah ibn Masud berkata, “Persaudaraan melalui menyusui hanya ada dalam dua tahun pertama”.
Abu Musa berkata, “Jangan tanyai aku apapun sementara orang terpelajar ini ada di antara kamu”.
Marilah kita menyimpulkan data yang ada.
Muhammad memerintahkan seorang wanita yang sudah menikah untuk menyusui anak adopsi suaminya, walaupun faktanya anak laki-laki itu telah mencapai pubertas.
Aisha mengambil hal ini sebagai sarana agar ia dapat menyusui laki-laki yang ia inginkan untuk mempuyai akses kepadanya.
Aisha menasehatkan saudarinya dan keponakan-keponakannya untuk melakukan hal yang sama sehingga mengijinkan pria-pria untuk menemui mereka.
Istri-istri Muhammad menentang praktik ini, mengklaim bahwa Muhammad memerintahkan hal ini hanya untuk Sahla.
Orang-orang lain seperti Umar dan Ibn Masud menyatakan bahwa kekerabatan dibatasi dengan menyusui seorang anak selama dua tahun pertama. Setelah itu, susu hanya menjadi makanan bagi anak.
Umar memerintahkan seorang pria untuk memukuli istrinya karena telah menyusui seorang budak perempuan dengan tujuan menjadikan budak perempuan itu haram bagi suaminya.
Apapun interpretasi Aisha, Umar dan Ibn Masud terhadap perintah Muhammad kemudian (benar atau tidak), faktanya Muhammad memerintahkan seorang wanita untuk menyusui seorang pria muda, dan ini adalah praktik yang memalukan dan menjijikkan.
Islam Dan Praktik Netekin Orang Dewasa
Hadith mencatat bagaimana Muhammad mengijinkan dilakukannya praktik yang memalukan. Muhammad mengijinkan wanita dewasa untuk menyusui pria-pria muda yang bukan anaknya. Berdasarkan Hadith, ada seorang pria yang sangat terusik oleh karena anak angkatnya tinggal di rumah yang sama dimana istrinya bebas berkeliaran tanpa memakai kerudung. Hadith berikut ini menceritakannya secara terperinci.
Sahih Muslim

Buku 008, Nomor 3424:
‘A’isha (kiranya Allah berkenan kepadanya) menceritakan bahwa Sahla bint Suhail menemui Rasul Allah (SAW) dan berkata: Wahai Utusan Allah, aku melihat pada wajah Abu Hudhaifa (tanda-tanda kekesalan) ketika Salim (yang adalah seorang sekutu) masuk ke dalam (rumah kami), dan kemudian Rasul Allah (SAW) berkata: Susuilah dia. Wanita itu berkata: Bagaimana saya harus menyusuinya karena ia adalah seorang pria dewasa? Utusan Allah (SAW) tersenyum dan berkata: aku sudah tahu kalau ia adalah seorang pria muda. ‘Amr telah membuat tambahan ini dalam narasinya bahwa ia berpartisipasi dalam Perang Badr dan dalam narasi Ibn ‘Umar (perkataannya adalah): Utusan Allah (SAW) tertawa.

Buku 008, Nomor 3425:
‘A’isha (kiranya Allah berkenan kepadanya) melaporkan bahwa Salim, budak Abu Hudhaifa yang telah dimerdekakan, tinggal dengannya dan keluarganya dalam rumah mereka. Ia (yaitu anak perempuan Suhail menemui Rasul Allah (SAW) dan berkata: Salim telah mencapai (pubertas) seperti halnya pria dewasa, dan ia mengerti apa yang mereka mengerti, dan ia masuk ke rumah kami dengan bebas, bagaimanapun, aku melihat ada sesuatu (yang mendatangkan kemarahan) di hati Abu Hudhaifa, dan Rasul Allah (SAW) berkata kepadanya: Susuilah dia dan kamu akan menjadi haram baginya, dan (kemarahan) yang dirasakan Abu Hudhaifa dalam hatinya akan hilang. Ia pulang dan berkata: Jadi aku menyusuinya, dan apa (yang ada) di hati Abu Hudhaifa menghilang.

Buku 008, Nomor 3427:
Umm Salama berkata kepada ‘A’isha (kiranya Allah berkenan kepadanya): Seorang remaja pria di ambang pubertas datang kepadamu. Bagaimanapun, aku tidak suka ia mendatangiku, dan ‘A’isha (kiranya Allah berkenan kepadanya) berkata: Tidakkah engkau melihat dalam diri Utusan Allah (SAW) sebuah teladan untukmu? Ia juga berkata: Istri Abu Hudhaifa berkata: Wahai Utusan Allah, Salim datang kepadaku dan sekarang ia adalah seorang (dewasa), dan ada sesuatu yang (membuat marah) dalam pikiran Abu Hudhaifa mengenai dia, dan Utusan Allah (SAW) berkata: Susuilah dia (sehingga ia menjadi anak asuhmu), dan dengan demikian ia dapat datang kepadamu (dengan bebas).

Buku 008, Nomor 3428:
Zainab anak perempuan Abu Salama mengisahkan: Aku mendengar Umm Salama, istri Rasul Allah (SAW) berkata kepada ‘A’isha: Demi Allah, aku tidak suka terlihat oleh seorang remaja pria yang telah melewati masa pengasuhan, dan ia (‘A’isha) berkata: Mengapa demikian? Sahla anak perempuan Suhail menemui Utusan Allah (SAW) dan berkata: Wahai Utusan Allah, aku bersumpah demi Allah bahwa aku melihat di wajah Abu Hudhaifa (tanda-tanda kemarahan) saat Salim masuk (ke dalam rumah), dan Utusan Allah (SAW) berkata: Susuilah dia. Ia (Sahla bint Suhail) berkata: Ia berjanggut. Tetapi nabi (sekali lagi) berkata: Susuilah dia, dan itu akan menghilangkan (ekspresi kemarahan) yang ada di wajah Abu Hudhaifa. Ia berkata: (Aku melakukannya) dan, demi Allah, aku tidak lagi melihat (tanda-tanda kemarahan) di wajah Abu Hudhaifa.
Muwatta Imam Malik
Buku 30, Nomor 30.1.8:
Yahya menceritakan padaku dari Malik dari nafi bahwa Safiyya bint Abi Ubayd mengatakan padanya bahwa Hafsa, umm al-muminin, mengutus Asim ibn Abdullah ibn Sad kepada saudarinya Fatima bint Umar ibn al-Khattab agar disusuinya sepuluh kali sehingga ia dapat masuk untuk melihatnya. Ia melakukannya, sehingga ia dapat masuk untuk menemuinya (perempuan itu).

Buku 30, Nomor 30.2.12:
Yahya menceritakan padaku dari Malik dari Ibn Shihab bahwa ia ditanyai mengenai menyusui orang yang lebih tua. Ia berkata: ”Urwa ibn az-Zubayr memberitahuku bahwa Abu Hudhayfa ibn Utba ibn Rabia, salah seorang sahabat Utusan Allah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya damai, yang hadir di Badr, mengadopsi Salim (yang disebut Salim, mawla dari Abu Hudhayfa) seperti Utusan Allah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya damai, mengadopsi Zayd ibn Haritha. Ia menganggapnya sebagai putranya, dan Abu Hudhayfa menikahkannya dengan saudara perempuan dari saudara laki-lakinya, Fatima bint al-Walid ibn Utba ibn Rabia, yang pada waktu itu ada di antara orang-orang yang hijrah pertama. Ia adalah salah seorang wanita lajang yang terbaik dari (kaum) Quraysh. Ketika Allah Yang Maha Terpuji menurunkan dalam kitab-Nya apa yang diwahyukan-Nya mengenai Zayd ibn Haritha, ‘Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu’ (Sura 33:5) orang-orang dalam posisi ini ditelusuri kembali kepada para bapa mereka. bila ayahnya tidak diketahui, mereka ditelusuri kepada maula mereka.

“Sahla bint Suhayl yang adalah istri dari Abu hudhayfa, dan seorang dari suku Amr ibn Luayy, menemui utusan Allah, semoga Allah memberkatinya dan mengaruniakannya damai, dan berkata, ‘Wahai Utusan Allah! Kami menganggap Salim sebagai anak dan ia masuk untuk melihatku sedang aku tidak berkerudung. Kami hanya mempunyai satu kamar, jadi apa pendapatmu mengenai situasi ini?’ Utusan Allah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya damai, berkata, ‘Berilah ia minum lima kali dari susumu dan ia akan menjadi muhrim dengan itu’. Ia kemudian memandangnya sebagai anak asuh. A’isha umm al-muminin mengambil hal itu sebagai preseden untuk pria manapun yang ia inginkan agar dapat menemuinya. Ia memerintahkan saudarinya, Umm Kulthum bint Abi Bakr as-Siddiq dan putri-putri saudara laki-lakinya untuk menyusui pria manapun yang ia inginkan untuk menemuinya. Para istri Nabi, semoga Allah memberkatinya dan memberinya damai, menolak membiarkan siapapun menemui mereka dengan cara menyusui seperti itu. Mereka berkata, ‘Tidak! Demi Allah! Menurut kami apa yang diperintahkan Utusan Allah (SAW) untuk dilakukan Sahla bint Suhayl hanyalah sebuah pelepasan berkenaan menyusui Salim. Tidak! Demi Allah! Tidak seorangpun boleh mendatangi kami dengan menyusui seperti itu!’
“Inilah yang dipikirkan para istri Nabi (SAW) mengenai menyusui orang yang lebih tua”.

Buku 30, Nomor 30.2.13:
Yahya menceritakan padaku dari Malik bahwa Abdullah ibn Dinar berkata, “Seorang pria menemui Abdullah ibn Umar ketika aku bersamanya di suatu tempat dimana penghakiman diberikan dan menanyainya tentang menyusui orang yang lebih tua. Abdullah ibn Umar menjawab, ‘Seorang pria menemui Umar ibn al-Khattab dan berkata, ‘aku mempunyai seorang budak perempuan dan aku biasa berhubungan badan dengannya. Istriku pergi kepadanya dan menyusuinya. Ketika aku menemui gadis itu, istriku mengatakan padaku agar berhati-hati, karena ia telah menyusuinya!’ Umar mengatakan kepadanya UNTUK MEMUKULI ISTRINYA dan menemui budak perempuan itu karena persaudaraan melalui menyusui hanyalah melalui menyusui yang lebih muda’”.
 
Buku 30, Nomor 30.2.14:
Yahya menceritakan padaku dari Malik dari Yahya ibn Said bahwa seorang pria berkata kepada Abu Musa al-Ashari, “Aku minum susu dari payudara istriku dan susu itu masuk ke dalam perutku”. Abu Musa berkata, “aku hanya berpendapat bahwa ia haram bagimu”. Abdullah ibn Masud berkata, “Lihatlah pendapat apa yang kau berikan kepada orang itu”. Abu Musa berkata, “lalu apa pendapatmu?” Abdullah ibn Masud berkata, “Persaudaraan melalui menyusui hanya ada dalam dua tahun pertama”.
Abu Musa berkata, “Jangan tanyai aku apapun sementara orang terpelajar ini ada di antara kamu”.
Marilah kita menyimpulkan data yang ada.
Muhammad memerintahkan seorang wanita yang sudah menikah untuk menyusui anak adopsi suaminya, walaupun faktanya anak laki-laki itu telah mencapai pubertas.
Aisha mengambil hal ini sebagai sarana agar ia dapat menyusui laki-laki yang ia inginkan untuk mempuyai akses kepadanya.
Aisha menasehatkan saudarinya dan keponakan-keponakannya untuk melakukan hal yang sama sehingga mengijinkan pria-pria untuk menemui mereka.
Istri-istri Muhammad menentang praktik ini, mengklaim bahwa Muhammad memerintahkan hal ini hanya untuk Sahla.

Orang-orang lain seperti Umar dan Ibn Masud menyatakan bahwa kekerabatan dibatasi dengan menyusui seorang anak selama dua tahun pertama. Setelah itu, susu hanya menjadi makanan bagi anak.
Umar memerintahkan seorang pria untuk memukuli istrinya karena telah menyusui seorang budak perempuan dengan tujuan menjadikan budak perempuan itu haram bagi suaminya.
Apapun interpretasi Aisha, Umar dan Ibn Masud terhadap perintah Muhammad kemudian (benar atau tidak), faktanya Muhammad memerintahkan seorang wanita untuk menyusui seorang pria muda, dan ini adalah praktik yang memalukan dan menjijikkan.
Share this article :

+ komentar + 2 komentar

28 Februari 2016 pukul 05.43

Semoga mulut penbar fitnahmu itu diampuni Allah SWT. Kisah aslinya mengenai hadits diatas ialah Abu Hudzaifah pernah memiliki hamba sahaya yang bernama Salim, lalu Abu Hudzaifah memberi kehormatan kepada Salim dengan menjadikannya sebagai anak angkat. Kemudian setelah Salim tumbuh menjadi orang dewasa, ia mengalami kesulitan berinteraksi kepada dengan Sahlah, karena Salim bukanlah mahram Sahlah, mereka tidak bebas bertemu walaupun satu atap (Sahlah harus selalu mengenakan jilbabnyaI, dan Abu Hudzaifah pun merasa kurang senang dengan keadaan tersebut. Akhirnya Sahlah menghadap Nabi, dan meminta petunjuk dari beliau, lalu Nabi berkata:"Susuilah ia, maka kamu akan menjadi mahramnya."
Tentang pendapat Aisyah, bahwa hal itu bersifat umum dengan bukti bahwa ia selalu menyuruh kemenakan-kemenaka perempuannya untuk menyusui siapapun yg yg ingin bertemu dengannya, apabila orang itu sudah dewasa maka harus disusui sebanyak lima kali, jumhur ulama berpendapat bahwa kisah Salim itu hanya dikhususkan bagi dirinya saja, tidak untuk orang lain, dan kisah tersebut tidak dapat dijadikan dalil untuk memperbolehkan penyusuan orang dewasa.
. skrg coba liat dirimu. Otak sexmu itu tinggi. Jadi jgn munafik. Saya sarankan tutup postingan menyesatkan ini sebelum dosamu semakin byk.

28 Februari 2016 pukul 05.50

Otakmu yg menjijikan. Postingan cabul ini yg justru menjijikan. Betapa nafsu bejatmu demi menghalalkan hal yg haram. Saya tanya. Apakah dlm hadits diatas terdapat perintah "susilah" dg cara meremas menyentuh payudara ?. Islam ini gak bisa di sesatkan. Yg benar tetaplah benar. Abu Umar mengatakan: Metode menyusui seorang pria dewasa adalah dikeluarkan air susu ibunya terlebih dahulu, kemudian ia meminumnya dari tempat lain. Dan tidak satupun ulama yang memperbolehkan pria dewasa disusui secara langsung oleh ibu susuannya. Dan pendapat inilah yang diunggulkan oleh Al-Qadhi dan Imam An-Nawawi. (Kitab Syarhu Az-Zarqani 3/316). Dalam Kitab Tabaqat Al-Kubra, Ibnu Sa'ad menyebutkan sebuah riwayat, dari Muhammad bin Abdillah bin Az-Zuhri, dari ayahnya, ia berkata: (Ketika Sahlah ingin memberikan air susunya kepada Salim) Sahlah menuangkan air susunya pada sebuah wadah, lalu Salim meminum air susu tersebut dari tempatnya setiap hari. Setelah lima hari Salim meminum susu tersebut dari tempatnya setiap hari. Setelah lima hari Salim meminum susu itu maka ia diperbolehkan untuk bertemu Sahlah walaupun Sahlah tanpa menggunakan tutup kepala (jilbab), sebagai keringanan yang diberikan Nabi kepada Sahlah. (Kitab Thabaqat Al-Kubra 8/271 dan Kitab Al-Ishabah karya Ibnu Hajar 7/716).

Posting Komentar

 
Support : Faithfreedom Indonesia | Murtadin Indonesia | Ex Muslim Freedom
Copyright © 2012. DELIMA MUDA - All Rights Reserved
Created by De5mu Published by Delima Muda
Proudly powered by Faithfreedom Indonesia